BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman
tomat adalah salah satu komoditas sayuran yang sangat potensial untuk
dikembangkan. Tanaman ini dapat ditanam secara luas di dataran rendah sampai
dataran tinggi pada lahan bekas sawah dan lahan kering. Menurut
laporan Direktorat Jenderal Tanaman Pangandan Hortikultura (1999), luas
panen tomat di Indonesia dalam tahun 1998 adalah 45.129 hektar dan total
produksi 581. 707 ton dengan rata-rata hasil panen sekitar 12,89 ton. Nilai ini
masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata produktivitas
tomat di Negara maju seperti Amerika Serikat yang dapat mencapai 39
ton/ha.
Produksi tanaman
tomat di Indonesia dalam
beberapa tahun terakhir mengalami
peningkatan seiring dengan semakin meningkatnya permintaan masyarakat. Akan tetapi dalam budidaya tomat
seringkali mengalami beberapa
kendala (Pitojo, 2005). Adanya
serangan hama dan penyakit pada tomat merupakan kendala yang paling dominan daripada
jenis gangguan lainnya.
OPT
penting pada tanaman tomat antara lain adalah ulat buah tomat (Helicoverpa
armigera Hubn.), penyakit busuk daun atau buah (Phytophthora infestans),
penyakit layu fusarium (Fusarium sp), penyakit layu bakteri (Pseudomonas atau Ralstonia solanacearum) dan Meloidogyne spp. Menurut laporan Setiawati (1991), kehilangan hasil panen
tomat karena serangan hama H. armigera dapat mencapai 52%. Dalam usaha
pengendalian hama tersebut, petani banyak menggunakan fungisida sintetis karena
cara ini lebih efektif dan dianggap lebih menguntungkan dibandingkan cara
lainnya. Walaupun demikian ternyata kandungan bahan kimia sintetis berdampak
negatif terhadap kesehatan manusia dan mencemari lingkungan (Herlina et al. 2004).
Hal ini dapat diatasi dengan cara alternatif dalam pengendalian hama, seperti
pengendalian hayati dengan menggunakan mikroorganisme.
Pengendalian hayati jamur penyakit tanaman dilakukan
dengan menggunakan mikroba seperti jamur dan bakteri. Sumber biologi untuk
pengendalian hama dan penyakit tanaman merupakan alternatif potensial sebagai
pengganti pestisida, dan sering dianjurkan untuk mengganti pengendalian
berbasis kimia terhadap penyakit atau untuk mengendalikan penyakit yang jika
dikendalikan dengan bahan kimia tidak ekonomis (Suryanto, 2009).
1.2
Rumusan Masalah
Rumusan masalah
dalam penyusunan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Apa
hama penting pada tanaman tomat serta gejala dan pengendaliannya ?
2. Apa
penyakit penting pada tanaman tomat serta gejala dan pengendaliannya ?
1.3
Tujuan
Tujuan
penyusunan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui hama penting pada tanaman tomat serta gejala dan pengendaliannya.
2. Untuk
mengetahui penyakit penting pada tanaman tomat serta gejala dan pengendaliannya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hama Penting pada Tanaman Tomat
2.1.1 Penggerek
buah tomat (Helicoverpa armigera Hubn.)
Hama
ulat buah yang menyerang tanaman tomat adalah spesies Helicoverpa armigera. Bagian tubuh
hama ini diselimuti kutil. Ulat menyerang tanaman dengan cara mengebor buah
tomat sambil memakannya sehingga buah tomat yang terserang terlihat berlubang. Helicoverpa armigera
(Hubn) adalah hama penting yang menyerang buah tomat. Ngengat hama ini
mampu menyebar jauh mengikuti arah angin atau menentang arah angin. Serangga
ini juga bersifat polifag, tanaman yang sering diserangnya adalah tomat dan
kedelai. Kerusakan oleh larva H. armigera pada buah tomat dapat mencapai
80%.
Panjang
tubuh ulat buah sekitar 4-5 cm dengan permukaannya berkutil dan ditumbuhi bulu.
Warna ulat ini bervariasi dari mulai hijau, hijau kekuningan, kecoklatan hingga
hitam. Pada bagian samping tubuh terdapat garis bergemlombang dengan warna yang
lebih terang. Bentuk ngengatnya memiliki panjang 2 cm, dengan warna sayap
bagian luar coklat dan bagian dalamnya putih.
Ulat buah
dikendalikan dengan memungut manual ulat dan telurnya kemudian dibakar. Jaga kebersihan
kebun dari gulma dan semak belukar. Dalam bentuk ngengat bisa dikendalikan
dengan perangkap ultraviolet. Untuk penyemprotan dengan menggunakan jenis
insektisida.
Insektisida Lannate 25 WP hadir sejak tahun 1978, efektif dan
cepat mengendalikan hama penggerek buah tomat (Helicoverpa armigera). Dengan racun kontak dan perut serta knock
down effectnya dapat mengendalikan serangga dalam waktu 15 menit, dengan
dosis rekomendasi 1.5 - 3.0 g/l yang diaplikasikan 5 kali per musim tanam, sehingga
mendapatkan produktivitas dan kualitas terbaik tanaman.
2.1.2 Lalat Buah
Lalat buah merupakan salah satu dari sekian banyak
hama yang menyerang tanaman tomat. Serangan lalat buah itu terjadi pada saat
tanaman tomat memasuki fase pembuahan (umur 45 hari setelah tanam) sampai masa
awal panen pertama (umur 90 hari). Gejala yang muncul akibat serangan lalat
buah adalah buah tomat matang sebelum waktunya, buah tomat membusuk dan
akhirnya gugur. Ulat ini menyerang daun, bunga
dan buah tomat. Ulat ini sering membuat lubang pada buah tomat secara
berpindah-pindah. Buah yang dilubangi pada umumnya terkena infeksi sehingga
buah menjadi busuk lunak.
Menurut Van
Sauers & Muller, A. (2005) pada buah tomat yang terserang lalat buah
biasanya terdapat lubang kecil dibagian tengah kulitnya. Serangan lalat buah
ditemukan terutama pada buah yang hampir masak. Gejala awal ditandai dengan
noda atau titik bekas tusukan ovipositor (alat peletak telur) ulat saat
meletakkan telur ke dalam buah. Selanjutnya karena aktivitas hama di dalam buah,
noda tersebut berkembang menjadi meluas. Larva makan daging buah sehingga
menyebabkan buah busuk sebelum masak. Buah tersebut apabila dibelah pada daging
buah terdapat ulat-ulat kecil dengan ukuran antara 4-10 mm yang biasanya
meloncat apabila tersentuh. Kerugian yang disebabkan oleh hama ini mencapai
30-60%. Kerusakan yang ditimbulkan oleh larvanya akan menyebabkan gugurnya buah
sebelum mencapai kematangan yang diinginkan.
Petani
telah mencoba berbagai upaya pengendalian hama lalat buah, diantaranya dengan
membungkus buah menggunakan berbagai alat pembungkus, pengasapan di sekitar
pohon, pemadatan tanah di bawah pohon untuk memutus siklus hidup, penyemprotan
dengan insektisida dan lainnya. Usaha para petani ini dimungkinkan untuk luas
lahan yang relatif sempit, tetapi tidak efisien untuk lahan yang luasnya
puluhan hektar. Pengendalian lain yang lebih efektif telah dilakukan yaitu
dengan menggunakan perangkap beratraktan.
Teknik pembungkusan atau
pembrongsongan buah menyita waktu serta tenaga, terutama pada pertanaman yang
luas sedangkan penyemprotan insektisida
sintetik dapat berpengaruh buruk terhadap konsumen karena residu pada buah dapat
ikut termakan.
Salah satu cara yang cukup ampuh untuk
mengendalikan ulat buah yaitu dengan menggunakan metil eugenol yang diteteskan
pada kapas dan dimasukan dalam alat perangkap memberikan hasil yang baik
sebagai senyawa pemikat terhadap lalat buah jantan. Cara ini efektif dalam
mengurangi populasi serta membatasi masuk dan berkembangnya lalat buah dalam
suatu areal. Atraktan metil eugenol hanya mampu menarik lalat buah jantan,
karena bersifat feromon (seks feromon) yaitu senyawa yang sama dengan feromon
yang dihasilkan oleh serangga betina sehingga menarik lalat jantan untuk
datang, sementara penyebab kerusakan pada buah itu sendiri adalah lalat betina
yang meletakkan telur pada buah dengan cara memasukkan atau melukai buah dengan
ovipositornya.
2.2 Penyakit Penting pada Tanaman
Tomat
2.2.1 Penyakit Layu Bakteri (Pseudomonas solanacearum)
Pengendalian
penyakit merupakan salah satu faktor yang sangat penting dan perlu diperhatikan
di dalam bidang usaha budidaya tanaman tomat, sama halnya seperti pengendalian
hama. Karena baik serangan hama maupun penyakit sama-sama mengakibatkan
penurunan jumlah produktivitas panen tomat, bahkan dapat juga menyebabkan
kematian tanaman. Salah satu jenis penyakit yang seringkali ditemukan pada tanaman
tomat adalah layu bakteri.
Faktor penyebab utama dari
penyakit layu bakteri yaitu bakteri Pseudomonas
solanacearum E.F Smith. Sementara faktor-faktor lainnya yang juga turut
mempengaruhi penyakit tanaman tomat yaitu penyebaran penyakit yang dapat
terjadi melalui serangga, biji, nematode, air (irigasi), residu tanaman, bibit
tanaman yang terlebih dahulu terserang penyakit, manusia beserta peralatan
pertanian. Keadaan temperatur yang terlalu tinggi sekitar 35˚ C hingga 37˚ C
dan kelembaban yang juga sangat tinggi (berada di atas 80%). Bakteri penyerang
dapat hidup lebih lama di dalam tanah, terutama dengan suhu yang agak tinggi
ketika musim hujan.
Gejala
serangan penyakit layu bakteri yaitu ditandai dengan layunya daun muda, dalam
sejumlah kasus ditemukan juga kondisi daun-daun tua yang mulai menguning.
Kelayuan dari semua daun muda atau pucuk dapat terjadi secara tiba-tiba,
sehingga menjadi satu akibat kematian tanaman tomat dalam beberapa hari
kemudian. Gejala khas dari serangan penyakit ini juga dapat dikenali dari
potongan batang yang sesudah terserang penyakit. Batang akan terlihat berkas
pembuluhnya yang berwarna coklat. Apabila potongan batang tersebut kemudian dimasukkan
ke dalam gelas bening yang diisi dengan air bersih (jernih) maka selama
beberapa menit kemudian akan mengeluarkan slime atau massa lendir yang berwarna
coklat susu. Pada serangan yang sudah sangat parah dapat menyebabkan petani
kehilangan hasil panen antara 10%-42%, bahkan
bisa melonjak hingga 93,1%.
Upaya pengendalian layu bakteri pada
budidaya tanaman tomat diantaranya menaikkan nilai pH tanah, mencabut tanaman
terserang, selalu melakukan penggiliran tanaman untuk memutus siklus hidup
patogen dalam tanah, serta secara kimiawi dilakukan penyemprotan bakterisida
golongan antibiotik berbahan aktif streptomisin sulfat, kasugamisin,
validamisin, asam oksolinik, atau oksitetrasiklin. Dosis pemberian bakterisida
dapat dilihat pada kemasan masing-masing. Upaya pencegahannya yaitu saat
persiapan lahan dengan memberikan trichoderma
ke dalam tanah dan kocor tanah menggunakan pestisida organik ketika tanaman
memasuki umur 20 dan 35 hst. Pestisida organiknya seperti super glio, wonderfat
atau lainnya dengan pemakaian sesuai aturan di kemasan.
Penyakit layu bakteri
ini merupakan penghuni tanah tetap (Soil inhabitat) atau lingkungan air tawar
dan air laut. Bakteri ini akan menginfeksi bagian tanaman yang utuh terlebih
pada bagian yang luka akibat serangan nematoda. Nematoda dapat berinteraksi
sinergistik dengan bakteri Pseudomonas solanacearum
dalam menyerang tanaman. Berdasarkan keadaan tersebut maka usaha pengendalianya
dapat dilakukan dengan beberapa upaya diantaranya yaitu sebagai berikut:
1. Rotasi
Tanaman
Salah satu cara untuk
mengendalikan layu bakteri yaitu dengan melakukan rotasi tanaman atau
pergiliran tanaman yang tepat akan sangat membantu dalam usaha penanggulangan
penyakit layu bakteri. Kondisi yang penting untuk diperhatikan adalah
menghindari penaman tanaman yang merupakan inang alternatif bakteri dan
membersihkan gulma disekitar tanaman terutama gulma-gulma yang merupakan inang
alternatif bakteri.
2. Membuat Drainase
2. Membuat Drainase
Membuat drainase yang
baik terutama untuk tanah-tanah yang memiliki kondisi basah, yaitu dengan jalan
dibuatkan saluran pengeluaran dan pemasukan air, sehingga pada saat berlebihan
air dapat dibuang melalui saluran pembuangan dan sebaliknya pada saat tanaman
membutuhkan air dapat dimasukan kedalam saluran pemasukan. Drainase yang baik
dapat mengurangi intensitas serangan penyakit layu bakteri, sebab lingkungan
tanaman akan dapat dikontrol kelembabannya.
3. Menanam Benih yang Sehat dan Tahan
3. Menanam Benih yang Sehat dan Tahan
Penanaman benih yang
sehat dan tahan terhadap penyakit layu tanaman akan terhindar dari penyakit tersebut.
Tetapi yang menjadi masalah adalah, bahwa benih-benih yang tahan terhadap
serangan penyakit layu saat ini ketersediaanya belum memadai dan di samping itu
kalaupun ada jumlahnya masih sangat terbatas.
4. Penggunaan Bakterisida
4. Penggunaan Bakterisida
Pengendalian dengan menggunakan
bakterisida saat ini banyak digunakan oleh petani, karena dirasakan paling
efektif dan mudah. Penggunaan bakterisida biasanya menggunakan Agrimycin 1.5 WP
yang merupakan campuran antara Streptomycin dan Tetracyclin. Penggunaanya
biasanya dengan cara mencelupkan bagian akar sebelum ditanam kedalam larutan
Agrimycin 1.5 WP serta mengocor pangkal batang tanaman setelah tanaman di tanam
dengan menggunakan larutan Agrimycin 1.5 WP. Selain itu, ada kebiasaan petani
tomat didaerah Malang yang bisa dicontoh oleh petani tomat didaerah lain dalam
mencegah serangan penyakit layu bakteri sekaligus layu fusarium, yaitu dengan
cara menyiram pangkal batang dengan larutan Kocide 77 WP konsensentrasi 5 gram
per liter dengan ukuran 200 ml per tanaman.
2.2.2
Penyakit Layu Fusarium
Penyakit layu fusarium pada tanaman tomat disebabkan oleh
jamur Fusarium oxysporium.
Penyakit layu ini bisa menular melalui luka. Penyebab penyakit layu
fusarium oxysporium yaitu bentuk miselium bersekat dan dapat tumbuh dengan baik
pada bermacam-macam medium agar yang mengandung ekstrak sayuran. Mula-mula
miselium tidak berwarna, semakin tua warna menjadi krem, akhirnya koloni tampak
mempunyai benang-benang berwarna oker. Pada miselium yang lebih tua
terbentuk klamidospora. Jamur membentuk makrokonidium bersel, tidak berwarna,
lonjong atau bulat telur, 6-15 x 2,5-4 µm. Makrokonidium lebih jarang terdapat,
berbentuk kumparan, tidak berwarna, kebanyakan bersekat dua atau tiga,
berukuran 25-33 x 3,5-5,5 µm. Fox f.sp lycopersici mempunyai banyak ras
fisiologi dan 2 galur (galur putih dan ungu), sehingga mempersulit usaha untuk
memperoleh jenis tomat yang tahan.
Fusarium oxysporium dapat bertahan dalam
tanah. Daur hidup fusarium oxysporium yaitu sebagai berikut:
1. Jamur
mengadakan infeksi pada akar, terutama melalui luka-luka, lalu menetap dan
berkembang di berkas pembuluh.
2. Pengangkutan
air dan hara terganggu menyebabkan tanaman menjadi layu.
3. Jamur
menghasilkan likomarasmin, menghambat permeabilitas membram plasma.
4. Sesudah
jaringan pembuluh mati, pada waktu udara lembab jamur akan membentuk spora yang
berwarna ungu pada akar yang terinfeksi.
5. Jamur
dapat memakai bermacam luka untuk jalan infeksi.
6. Jamur
dapat tersebar karena pengangkutan bibit, tanah yang terbawa angin atau air,
atau oleh alat pertanian.
7. Penyakit
berkembang pada suhu tanah 21-33 oC. Suhu optimum 28 oC.
8. Kelembaban
tanah yang membentuk tanaman ternyata juga membantu perkembangan penyakit.
9. Penyakit
akan lebih berat bila tanah mengandung banyak nitrogen tetapi miskin kalium.
Usaha
pengendalian layu fusarium dapat dilakukan dengan beberapa upaya diantaranya
yaitu sebagai berikut:
1. Penanaman
jenis tomat yang tahan
Penanaman benih yang sehat dan tahan terhadap
penyakit layu fusarium tanaman akan terhindar dari penyakit tersebut. Tetapi
yang menjadi masalah adalah, bahwa benih-benih yang tahan terhadap serangan
penyakit layu fusarium saat ini ketersediaanya belum memadai dan disamping itu
kalaupun ada jumlahnya masih sangat terbatas.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Tanaman tomat adalah salah satu komoditas sayuran yang sangat
potensial untuk dikembangkan. Tanaman ini dapat ditanam secara luas di dataran
rendah sampai dataran tinggi pada lahan bekas sawah dan lahan kering. Produksi tanaman
tomat di Indonesia dalam
beberapa tahun terakhir mengalami
peningkatan seiring dengan semakin meningkatnya permintaan masyarakat. Hama utama pada tanaman tomat
yaitu penggerek buah dan Nesiodiocoris tenuis. Kedua hama ini dapat menurunkan produksi tanaman tomat berkisar antara 10%-42%, bahkan bisa melonjak hingga 93,1%.
Penyakit utama pada tanaman tomat yaitu layu bakteri dan layu fusarium. Faktor
penyebab utama dari penyakit layu bakteri yaitu bakteri Pseudomonas solanacearum E.F Smith. Gejala serangan penyakit layu
bakteri yaitu ditandai dengan layunya daun muda, dalam sejumlah kasus ditemukan
juga kondisi daun-daun tua yang mulai menguning. Penyakit layu fusarium pada tanaman tomat disebabkan oleh
jamur Fusarium oxysporium.
Penyakit layu ini bisa menular melalui luka. Penyebab penyakit layu
fusarium oxysporium yaitu bentuk miselium bersekat dan dapat tumbuh dengan baik
pada bermacam-macam medium.
3.2
Saran
Saran yang diperlukan
dalam penyusunan makalah ini dapat berupa kritikan yang bersifat membangun
untuk penyusunan makalah berikutnya.
1 komentar:
hatur nuhun berguna sekali
Posting Komentar